The Imposter (2012)

the imposter 1

Frédéric Bourdin: “And I knew that eventually they would have to put me into a children’s home… and that’s all I wanted.”

The Imposter mengisahkan perjalanan Frédéric Bourdin, pemuda asal Perancis yang memang memiliki kebiasaan menjelma menjadi orang lain—terutama anak-anak hilang—sebagai bentuk pelariannya dari orang sekitar yang tidak menerima keberadaannya. Pada 1997, Bourdin kembali melakukan aksinya dengan menyamar menjadi Nicholas Barclay, seorang bocah asal Texas yang menghilang pada tahun 1993. Bourdin melakukan berbagai cara supaya orang-orang dapat percaya bahwa dirinya adalah Nicholas yang telah menghilang selama 3 tahun.

Bourdin mengaku sebagai Nicholas yang telah diculik dan dijadikan budak seks di Spanyol, dan berhasil menipu berbagai pihak polisi serta rumah penampungan. Meski penyamarannya berhasil menipu banyak orang termasuk keluarga dekat dari Nicholas, pada akhirnya pihak berwajib menyadari ada yang aneh dari diri ‘Nicholas’. FBI dan detektif berhasil mengungkap identitas sebenarnya dari si bunglon ini. Kisah hidup kriminal buruan interpol ini digambarkan dengan menakjubkan, tentunya dengan konflik spikologis yang menarik.

the imposter 2

Bourdin starts to imitate a young boy.

Keren. Banget. Dokumenter yang disajikan tidak seperti dokumenter, apalagi dengan aspect ratio 2.39:1 (yang biasanya dokumenter disajikan dengan aspect ratio 1.85:1) membuat film ini tidak nampak seperti dokumenter, dan membuat bertanya “ini dokumenter apa bukan sih?”. Editing yang keren ditambah tone gelap plus shot-shot yang keren bikin The Imposter jadi dokumenter yang gak biasa.

Tempo yang dibangun juga pelan tapi pasti. Makin ke belakang, tensi makin tinggi dan berasa kayak film thriller. Sang sutradara Bart Layton juga dengan lihainya bisa membuat dokumenter ini tampak seperti feature film dengan reka adegan yang keren. Padahal tadinya gw akan menganggap film ini jatuhnya akan jadi seperti dokumenter lainnya.

Sosok Bourdin yang merupakan bunglon kelas kakap ditampilkan dengan gamblang di film ini. Modus operandinya saat ia sedang mengincar orang yang akan dia curi identitasnya merupakan kejeniusan yang jarang ditemui—bahkan jarang ada banyak orang yang berani melakukan jika membayangkan konsekuensinya. Sosok dinginnya juga tidak mengindahkan perasaan keluarga yang dia tumpangi jika mereka tahu apabila sosoknya bukanlah anggota keluarga yang telah lama hilang.

Tidak heran, The Imposter sempat mendarat di berbagai festival film ternama seperti Sundance Film Festival dan Warsaw International Film Festival, serta menempati posisi nominasi Best Documentary di beberapa event, dan pada akhirnya menyabet gelar ‘Outstanding Debut by a British Writer, Director or Producer’ di BAFTA Awards dan Best Documentary di British Independent Film Awards. Akan sangat disayangkan jika dokumenter yang satu ini dilewatkan begitu saja, karena punya feel yang berbeda saat menontonnya.

4 hearts

Documentary of AKB48: Show Must Go On (2012)

show must go on

Atsuko Maeda: “I ask only for one thing. Even if you dislike me, please don’t come to dislike AKB48!”

Pernahkah Anda membayangkan hal yang terjadi di backstage saat Anda menonton konser artis idola Anda? Mungkin saja di backstage terjadi keriuhan yang mungkin dapat mengganggu jalannya konser, atau bahkan membuat konser itu menjadi salah satu konser terburuk bagi artis tersebut. Documentary of AKB48 menampilkan banyak potongan video backstage AKB48, baik itu di Senbatsu Sousenkyo ke-3, atau konser terbesar mereka pada tahun 2011 di Seibu Dome selama 3 hari berturut-turut.

Selain potongan video backstage mereka, ada juga perjalanan mereka menghibur para korban gempa dan tsunami yang menimpa Jepang pada awal tahun 2011 silam. Mereka datang dalam kelompok-kelompok kecil agar para korban bencana alam tidak merasa sedih setelah kejadian itu. Begitupun halnya dengan Karen Iwata, member AKB48 generasi ke-12 ini turut merasakan gempa saat berada di rumahnya. Karena itu, ia dapat merasakan betul hal yang dirasakan oleh para korban bencana.

Dalam Show Must Go On, kita disuguhkan berbagai kejadian yang terjadi di balik panggung megah AKB48. Ada perang dingin antara Oshima Yuko dan Atsuko Maeda yang memperebutkan posisi puncah di Sousenkyo, serta kegaduhan para member yang kesulitan mencari jalur menuju panggung yang telah ditentukan. Seluruh kegigihan member AKB48 dalam menampilkan performa terbaik mereka di depan para fans ditampilkan dalam dokumenter kedua AKB48 ini.

show must go on 2

AKB48 sedang menghibur korban tsunami dan gempa.

Mungkin banyak orang yang menganggap hidup sebagai idol adalah hal yang mudah, tapi tidak demikian realitanya. Mereka harus bisa menghapalkan begitu banyak lirik serta koreografi untuk aksi mereka di atas panggung. Siap tidak siap, para member AKB48 harus bisa menggantikan posisi member yang jatuh sakit di tengah-tengah konser yang sedang berlangsung. Meski mereka merasa tidak fit atau semacamnya, tapi mereka dituntut untuk tidak menampilkan kegelisahan jiwa dan raga mereka di depan para penonton.

Berbeda dengan dokumenter AKB48 sebelumnya yakni To Be Continued, Show Must Go On lebih banyak menampilkan footage yang belum pernah ditampilkan sebelumnya. Kalau di To Be Continued lebih menceritakan kisah hidup para member, maka di Show Must Go On ini lebih fokus pada kejadian di luar dugaan yang dapat mengganggu jalannya acara. Namun, demi profesionalitas sebagai entertainer, acara harus terus berjalan apapun caranya, sesuai dengan judul dokumenter ini sendiri.

Tidak banyak berubah dari To Be Continued, Show Must Go On memang ditujukan untuk orang-orang yang sudah kenal dengan 48 family. Ada banyak event khas 48 family yang tidak dijelaskan secara rinci, tetapi para fans AKB48 sudah mengenalnya dengan baik, seperti Senbatsu Sousenkyo, dan Janken Tournament. Mungkin orang awam yang belum begitu paham AKB48 sebelumnya akan bertanya-tanya, “acara apa sih ini?”, dsb.

Gw sendiri lebih suka Show Must Go On dibandingkan dengan To Be Continued. Suasana yang dibangun lebih menyentuh hati dan bisa membuat mata gw berkaca-kaca. Tidak ada narasi yang terlalu bertele-tele, serta editing yang terasa lebih rapi dibandingkan To Be Continued menjadi kekuatan bagi Show Must Go On, dan menjadikannya dokumenter yang wajib ditonton seluruh fans serta member 48 family untuk menunjukkan kerja keras member AKB48. Sweet.

4 hearts

Documentary of AKB48: To Be Continued (2011)

to be continued

Takahashi Minami: “If you don’t perform seriously, you better don’t do it.”

AKB48, grup idola besutan Yasushi Akimoto, dibentuk sebagai bentuk wadah bagi para gadis Jepang supaya mereka bisa meraih mimpi mereka masing-masing, terlebih dalam dunia entertainment modern. Dalam Documentary of AKB48: To Be Continued, penonton diajak untuk lebih mengenal personil-personil AKB48 lebih dekat lewat cerita-cerita tentang perasaan mereka selama menjadi member AKB48.

Member-member yang menempati posisi teratas dalam Senbatsu Sousenkyo juga ikut meramaikan dokumenter AKB48 pertama ini, seperti Atsuko Maeda, Yuko Oshima, Kashiwagi Yuki, Mariko Shinoda, Watanabe Mayu, serta leader dari AKB48, Takahashi Minami. Mereka berbagi cerita mengenai pengalaman mereka selama bergabung dalam AKB48, dan juga kehidupan mereka selama menjadi idol.

to be continued 2

Takahashi Minami, General Director of AKB48

Dikemas dengan menarik dan ringan, To Be Continued menjadi sebuah dokumenter yang bagus bagi orang yang telah mengetahui garis besar apa itu 48 family, dan mungkin dirasa membingungkan bagi orang awam yang sebelumnya tidak pernah mengetahui keberadaan AKB48 di dunia entertainment. Namun, bagi gw yang cukup tertarik dengan 48 family, To Be Continued cukup berhasil membuat saya terharu dengan kerja keras setiap member yang hendak tampil, baik itu di layar kaca, maupun di panggung teater.

Semangat setiap member AKB48 terlihat jelas saat mereka hendak menari dan menyanyi di atas panggung demi menghibur para penggemar setianya. Apalagi dengan adanya footage-footage di balik layar yang menampilkan usaha keras para member AKB48, bahkan sampai mengorbankan waktu hingga pukul 5 pagi untuk latihan. Tapi sayang, tidak banyak event-event di luar panggung teater AKB48 yang ditampilkan di dokumenter ini, padahal ada momen-momen di balik panggung yang dapat lebih dieksplorasi lebih jauh lagi.

Musik khas jejepangan yang mengalun merdu menemani narasi setiap member juga terasa enak di telinga. Ditambah lagi dengan pengambilan gambar yang bagus, plus bokeh cantik yang menemani, menjadi kelebihan dari To Be Continued.

Bukan sebuah dokumenter yang fantastis dan memorable, kalau bisa dibilang. Meski mengusung nama besar AKB48 di jagad entertainment Jepang, To Be Continued masih terlalu biasa untuk menjadi dokumenter yang dapat menginspirasi dan ditonton khalayak umum. Walau begitu, fans berat AKB48 dan grup 48 lainnya akan dapat menikmati dokumenter ini. Ganbatte AKB48!

3 hearts

Senna (2010)

SennaSenna: “If you have God on your side, everything becomes clear.”

Ayrton Senna da Sliva, pembalap F1 yang sempat membuat dunia heboh pada tahun 80-90an karena kemampuan mengemudinya yang tinggi dan karakternya yang karismatik. Memulai  karir dunia balap lewat ajang balap go-kart, Senna menganggapnya sebagai balapan yang sesungguhnya, tanpa ada campur tangan politik dan uang di dalamnya. Setelah menjajaki beberapa tahun di dunia balap, pada tahun 1984 Senna akhirnya berhasil menjadi pembalap Formula One yang tergabung dalam tim Toleman. Skillnya langsung dilirik banyak orang setelah berhasil finis di urutan ke 2 di belakang Alain Prost setelah memulai balapan di posisi 13.

Senna adalah orang yang benar-benar menjiwai di dunia balap mobil. Ia terjun langsung untuk mengetahui seluk-beluk mobilnya, dan bukan hanya mengemudikannya. Karir Senna semakin menanjak setelah ia bergabung dengan Lotus pada 1985, dan McLaren pada 1988. Di McLaren, Alain Prost menjadi teammate Senna. Namun, teammate di dunia balap bukanlah membantu rekan untuk menjadi juara, tapi ajang pembuktian siapa pembalap tertangguh karena yang memisahkan kehebatan 2 pembalap hanyalah skill masing-masing pembalap itu sendiri. Sebuah kisah yang menakjubkan, Ayrton Senna, pembalap muda yang sayangnya harus mengakhiri karirnya di trek balapan bersama dengan seluruh impian dan talentanya.

Senna (2)

Sebuah dokumenter yang membuat tercengang, saya sendiri tidak merasakannya sebagai nonton film dokumenter, tapi lebih seperti feature film. Kehebatan Senna di arena balap seakan-akan sebuah keajaiban dalam film dengan tema olahraga, tapi yang ini beneran terjadi. Penonton juga disuguhi betapa ‘kotor’nya dunia F1 dengan banyaknya pihak-pihak yang berusaha untuk menjegal langkah Senna dalam meniti karirnya. Salah satunya adalah dihentikannya balapan di GP Monaco saat hujan turun, di mana orang-orang sudah memprediksi bahwa Senna akan dapat membalap Prost, tapi dihentikan karena ada orang-orang yang menginginkan Prost untuk menjadi juara di hari itu.

Sosok Senna adalah sosok pahlawan bagi seluruh rakyat Brazil, tempat ia berasal. Di saat Brazil sedang mengalami krisis sosial, Senna hadir sebagai cahaya bagi mereka dan menunjukkan bahwa Brazil masih punya harapan, yakni dalam diri Senna melalui karir balapnya. Para penggemarnya (terutama di Brazil) selalu mendukungnya dalam setiap balapan, terutama saat ia mempersembahkan kemenangan yang dramatis di GP Brazil.

Namun sayang, durasi film yang sepanjang 162 menit menurut saya terlalu lama dan terkadang membuat bosan. Editing yang seringkali terasa kasar juga mengganggu kenyamanan saat menontonnya.

Well, Senna memang sosok yang patut untuk dikagumi. Kemauan yang keras, jiwa rendah hati, serta mimpi yang jelas membawa Senna sebagai pahlawan bagi banyak orang. Dirinya menjadi inspirasi bagi mereka yang mengidolakan dirinya. Rest in peace, Senna. You will always be remembered.

4 stars